Nasional – Fenomena kawin kontrak yang marak terjadi Puncak, Bogor, Jawa Barat jadi sorotan media asing, South China Morning Post. Dalam berita berjudul “Rural Indonesia women who get into short ‘pleasure marriages’ with tourists for US$ 500 condemned”, media tersebut menceritakan kondisi yang dialami oleh kalangan perempuan miskin di wilayah tersebut yang akhirnya mau menjalani kawin kontrak dengan wisatawan asing.
“Dalam praktik ini, para pria menikahi perempuan muda lokal untuk waktu yang singkat dengan imbalan mahar, hanya untuk bercerai setelah kunjungan mereka selesai. Tren ini telah memicu kemarahan publik, terutama di media sosial, di mana praktik ini dikecam sebagai bentuk eksploitasi terhadap perempuan miskin,” sebut South China Morning Post, Jumat (4/10/2024).
Ini bukan pertama kalinya media asing menyoroti fenomena kawin kontrak yang terjadi di Puncak. Los Angeles Times pada Rabu, 11 September 2024 juga pernah menyoroti fenomena itu.
Berita yang berjudul “Sex tourism in Indonesia sells itself as Islamic temporary marriage” juga menceritakan kondisi yang sama. Los Angeles Times bahkan secara spesifik menceritakan bagaimana Indonesia menjadi lokasi yang sangat disukai wisatawan Timur Tengah untuk melakukan kawin kontrak.
“Selama bertahun-tahun, Thailand menjadi salah satu destinasi paling populer di Asia Tenggara bagi wisatawan Timur Tengah, termasuk wisatawan seks. Namun, hal ini mulai berubah pada 1980-an, Indonesia kemudian menjadi pengganti yang jelas bagi para wisatawan dari Timur Tengah, khususnya Arab Saudi,” sebut Los Angeles Times.
Informasi yang diberitakan oleh South China Morning Post dan Los Angeles Times langsung mendapatkan reaksi keras. Pengguna Weibo yang membaca berita South China Morning Post mengeluhkan tingginya kawin kontrak yang terjadi di Puncak.
“Industri gelap pernikahan sementara ini mungkin meningkatkan pariwisata dan ekonomi lokal, itulah mengapa kemungkinan bahkan pemerintah mereka merasa tak berdaya,” kata salah satu pengguna Weibo.
Masih di platform media sosial yang sama, ada juga yang mengatakan “Ini mengingatkan saya pada gadis-gadis di desa-desa miskin di pedesaan Tiongkok. Untuk mengubah nasib mereka, mereka perlu diberdayakan dengan pendidikan dan keterampilan agar dapat mendukung diri mereka sendiri.”