Nasional – KLHK atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat tahun ini pada periode yang sama dari pantauan Satelit Terra/Aqua ada penurunan sebanyak 4.623 titik panas atau hotspot atau 59,38% dibanding 2023.
Jumlah hotspot paada 2024 periode 1 Januari sampai 10 Oktober sebanyak 3.163 titik sedangkan pada 2023 sebanyak 7.786 titik.
Pada periode 1 Januari hingga 30 September 2024, jumlah luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mencapai 283.620,51 hektare (ha). Angka ini mencakup lahan gambut seluas 25.193,57 hektare (8,88%) dan tanah mineral seluas 258.426,94 hektare (91,12%). Provinsi dengan area terbakar terbesar adalah Nusa Tenggara Timur dengan 93.572,19 hektare pada tanah mineral, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat dengan 34.430,48 hektare , dan Jawa Timur dengan 18.822,62 hektare , semuanya juga terjadi di tanah mineral.
Karhutla sebagian besar terjadi di lahan tidak berhutan dengan luas 252.320,33 hektare (88,96%), sementara lahan berhutan yang terbakar mencapai 31.300,18 hektare (11,04%). Karhutla dari 1 Januari hingga 30 September 2024 menghasilkan emisi karbon sebesar 41.201.963 ton CO2e. Emisi ini terdiri dari 11.589.698 ton CO2e yang berasal dari kebakaran lahan gambut (bawah tanah) dan 29.612.265 ton CO2e dari kebakaran lahan mineral serta gambut (biomassa di atas tanah).
“KLHK terus mengoptimalkan upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karthula) pada wilayah-wilayah rawan dengan meningkatkan upaya pencegahan terutama di wilayah yang belum memasuki musim kemarau,” ujar Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Thomas Nifinluri dikutip dari Antara, Jumat (11/10/2024).
Dikatakan Thomas, saat ini masih ada delapan provinsi berstatus siaga darurat karhutla.
“Untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan memaksimalkan penggunaan sumber daya dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), hingga saat ini sudah ada delapan provinsi yang menetapkan status siaga darurat karhutla, yaitu Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan,” ujar Thomas.
Pada provinsi-provinsi rawan tersebut telah dioptimalkan upaya pengendalian karhutla meliputi upaya pencegahan seperti deteksi dini titik panas, patroli pencegahan oleh Manggala Agni, bersama dengan TNI, Polri, dan masyarakat, sosialisasi kepada masyarakat, pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA), operasi modifikasi cuaca, water bombing, patroli udara, dan penataan ekosistem gambut.