
Nasional – Efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah di awal 2025 dinilai menjadi blunder yang berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi nasional. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan dari pemerintah tersebut justru memperlemah pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025.
Rizal Taufikurahman yang merupakan Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef menyebut, langkah efisiensi yang dilakukan sejak awal tahun menunjukkan adanya disorientasi dalam kebijakan fiskal pemerintah.
Di tengah ancaman perlambatan ekonomi, seharusnya kebijakan fiskal bersifat ekspansif untuk menciptakan peluang, bukan malah menciptakan kontraksi yang kontraproduktif.
“Dilihat dari pertumbuhan yang melambat, maka pemerintah harus mempercepat realisasi belanja fiskal sejak awal tahun. Meskipun efisiensi dilakukan, pemerintah tetap harus mendorong kegiatan ekonomi yang mampu meningkatkan kinerja, baik dari sisi konsumsi maupun produktivitas,” ujar Rizal dalam diskusi virtual, pada Selasa, 6 Mei 2025.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87%. Jika dibandingkan dengan kuartal IV 2024, perekonomian mengalami kontraksi sebesar 0,98%. Konsumsi pemerintah, yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan, justru menyusut sebanyak 1,38% secara tahunan.
Kontraksi konsumsi pemerintah ini menunjukkan adanya kesalahan langkah dalam kebijakan fiskal. Efisiensi anggaran yang terlalu ketat menjadi anomali di tengah kebutuhan akan stimulus fiskal. Kebijakan ini dinilai gagal mengantisipasi perlambatan ekonomi dan justru menghambat perputaran likuiditas di sektor riil.
“Dari sisi konsumsi pemerintah, kebijakan efisiensi APBN langsung menunjukkan efeknya, dengan belanja pemerintah tertahan, sehingga konsumsi, investasi, hingga ekspor ikut tertekan,” jelas Rizal.
Dengan demikian, efisiensi yang tidak diimbangi dengan strategi belanja yang tepat justru berpotensi menghambat pemulihan ekonomi di masa mendatang.