
Nasional – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menegaskan pihaknya tetap berwewenang menangani tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh direksi, komisaris, pengawas di BUMN.
Meskipun, kata Setyo, terdapat sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) dianggap akan membatasi kewenangan KPK mengusut tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN.
“KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh direksi, komisaris, pengawas di BUMN, karena dalam konteks hukum pidana, status mereka tetap sebagai penyelenggara negara. Kerugian yang terjadi di BUMN merupakan kerugian negara, sepanjang terdapat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR),” ujar Setyo dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).
Setyo menjelaskan ketentuan dalam Pasal 9G Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN bertentangan dengan definisi penyelenggara negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka (1) dan Pasal 2 angka (7) beserta penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Pasal 9G Undang-Undang BUMN yang baru menyatakan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
Sementara itu, Pasal 1 angka (1) dalam UU Nomor 28/1999 menyebutkan penyelenggara negara adalah pejabat yang menjalankan fungsi di cabang eksekutif, legislatif, atau yudikatif, serta pejabat lain yang memiliki peran dan tanggung jawab terkait dengan administrasi negara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Lebih lanjut, Pasal 2 angka (7) menyatakan penyelenggara negara mencakup juga pejabat lain yang memiliki peran strategis dalam penyelenggaraan negara, sesuai aturan yang berlaku.
Penjelasan pasal tersebut secara eksplisit menyebutkan yang dimaksud pejabat strategis lainnya termasuk direksi, komisaris, dan pejabat struktural di BUMN maupun BUMD.
“KPK tetap merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, yang merupakan acuan hukum administrasi khusus untuk pencegahan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Setyo dalam pernyataannya, Rabu (7/5/2025).
Ia juga menegaskan status sebagai penyelenggara negara tidak otomatis hilang ketika seseorang menjabat sebagai pengurus BUMN.
“Oleh karena itu, KPK menegaskan direksi, dewan komisaris, serta dewan pengawas di BUMN tetap termasuk dalam kategori penyelenggara negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999,” tambah Setyo.