
Nasional – Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) berhasil membongkar praktik suntik gas LPG subsidi di Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo. Modus yang dijalankan adalah dengan memindahkan isi tabung LPG 3 Kg (subsidi) ke tabung gas nonsubsidi berukuran 5,5 Kg dan 12 Kg.
Kepala Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda DIY AKBP Haris Munandar Hasyim menyampaikan, pihaknya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yakni JS (46) sebagai pemilik usaha ilegal, serta dua orang karyawannya, PS (48) dan EA (39). Ketiganya merupakan warga setempat yang diduga sudah menjalankan praktik ini sejak awal 2024.
“JS mengelola enam pangkalan LPG 3 Kg di wilayah Kulon Progo. Mereka memindahkan gas dari tabung subsidi ke tabung nonsubsidi, lalu menjualnya dengan harga pasar jauh lebih tinggi,” ungkap Haris, Rabu (23/4/2025).
Penggerebekan dilakukan di lokasi usaha ilegal milik JS. Dari lokasi tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti penyalahgunaan LPG bersubsidi, antara lain 49 tabung LPG 12 Kg berisi, 52 tabung LPG 12 Kg kosong, 31 tabung LPG 3 Kg isi tanpa segel, 119 tabung LPG 3 Kg kosong, dan 15 tabung LPG 5,5 Kg isi tanpa segel.
Selain itu, juga diamankan peralatan untuk memindahkan isi gas LPG, seperti dua unit water heater, satu unit kompresor, selang regulator, tabung pendukung, timbangan, troli, segel palsu, karet sil, obeng, serta satu unit mobil pikap.
Diungkapkan Haris, para pelaku menggunakan dua metode dalam aksinya, yakni pemanasan menggunakan water heater dan tekanan udara dari kompresor untuk mentransfer gas dari tabung subsidi ke tabung nonsubsidi.
Dalam sehari, para pelaku suntik LPG ini mampu memindahkan gas dari 25 hingga 30 tabung LPG subsidi, kemudian menjualnya sebagai LPG nonsubsidi. Harga jualnya mencapai Rp 80.000 hingga Rp 90.000 untuk tabung 5,5 Kg, dan Rp 188.000 hingga Rp 195.000 untuk tabung 12 Kg.
Dari praktik suntik LPG ini, ketiga pelaku diperkirakan mengantongi keuntungan bersih hingga Rp 20 juta per bulan. Mereka terancam hukuman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.