
Nasional – Polresta Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) berhasil menggagalkan keberangkatan rombongan calon jemaah haji ilegal atau nonprosedural yang hendak terbang ke Tanah Suci Makkah. Sebanyak 36 orang dicegah keberangkatannya karena menggunakan visa kerja.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandara Soetta Kompol Yandi Mono mengatakan bahwa puluhan calon jemaah tersebut diduga akan melaksanakan ibadah haji tanpa mengikuti prosedur resmi, melainkan dengan modus visa kerja atau amil.
“Modusnya sama, menggunakan penerbangan transit,” ujar Kompol Yandi kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).
Dari total 36 orang yang dicegah, terdapat 34 calon jemaah dengan dua orang pendamping. Mereka dijadwalkan berangkat menggunakan penerbangan SriLankan Airlines UL 356 dengan rute Jakarta–Colombo–Riyadh.
“Keberangkatan mereka digagalkan setelah petugas Imigrasi Soekarno-Hatta memeriksa dokumen dan mencurigai adanya pelanggaran prosedur keberangkatan,” ungkap Yandi.
Lebih lanjut, Yandi menjelaskan bahwa rombongan haji ilegal tersebut berasal dari berbagai daerah, seperti Tegal, Brebes, Lampung, Bengkulu, Palembang, Makassar, Medan, dan Jakarta, dengan rentang usia 35 hingga 72 tahun.
Masing-masing calon jemaah telah membayar biaya antara Rp 139 juta hingga Rp 175 juta kepada dua orang penyelenggara berinisial IA dan NF, yang berperan sebagai fasilitator keberangkatan.
“IA dan NF tidak memberi tahu bahwa visa yang digunakan adalah visa kerja, bukan visa haji. Mereka meyakinkan calon jemaah karena pernah berhasil memberangkatkan rombongan pada tahun 2024,” jelas Yandi.
Menurut pengakuan IA dan NF, sesampainya di Arab Saudi, para jemaah akan dibuatkan surat kerja (Iqamah) agar dapat tinggal lebih lama dan tetap bisa melaksanakan ibadah haji.
“Kami mendalami dugaan tindak pidana yang dilakukan IA dan NF sebagai penyelenggara keberangkatan haji non prosedural ini,” tegas Yandi.
Saat ini, penyidik masih menelusuri peran masing-masing pelaku dan menyiapkan sangkaan hukum.
Kedua pelaku diduga melanggar Pasal 121 juncto Pasal 114, dan/atau Pasal 125 juncto Pasal 118A, serta Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Atas kasus haji ilegal ini, keduanya terancam hukuman penjara hingga 6 tahun.