
Berita Bola – UEFA sedang mempertimbangkan sanksi berat terhadap Barcelona terkait dugaan pelanggaran aturan finansial Liga Champions untuk kedua kalinya, termasuk kemungkinan pengurangan poin di fase liga musim depan. Demikian menurut laporan dari The Times.
Raksasa Katalonia ini telah lama berada dalam situasi finansial yang genting. Sejak pandemi COVID-19 menghantam berbagai sumber pemasukan, Barcelona terjebak dalam krisis akibat struktur gaji yang membengkak.
Untuk tetap aktif di bursa transfer, mereka pun menempuh cara-cara tidak konvensional seperti mengaktifkan “palancas” atau tuas ekonomi.
Tuas ekonomi ini berarti menjual sebagian pendapatan masa depan demi memperoleh dana tunai segera. Contohnya, pada 2022, Barcelona meraup 267 juta euro (sekitar Rp4,9 triliun) dengan menjual 10 persen hak siar mereka selama 25 tahun ke depan.
Pendapatan dari kesepakatan tersebut kemudian coba dimasukkan Barcelona sebagai upaya untuk tidak melanggar aturan Financial Fair Play (FFP) UEFA, yang membatasi kerugian maksimum hingga 200 juta euro (sekitar Rp3,7 triliun) dalam periode tiga tahun.
Namun, UEFA menilai pendapatan itu dilaporkan secara keliru sebagai “keuntungan dari penjualan aset tak berwujud”, yang seharusnya tidak boleh diperhitungkan dalam kalkulasi FFP.
Atas pelanggaran itu, Barcelona dikenai denda 500 ribu euro (Rp9,2 miliar) pada Oktober lalu setelah upaya banding mereka ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) ditolak.
Kini, The Times melaporkan bahwa Barcelona kembali dianggap melanggar aturan ekonomi UEFA, dan kali ini sanksi yang menanti bisa lebih berat.
Badan Pengendali Keuangan Klub UEFA (Club Financial Control Board) sebelumnya telah memperingatkan, “Pelanggaran serupa oleh klub dalam proses pemantauan 2023–24 akan dianggap sebagai pengulangan dan akan dikenakan tindakan disipliner yang lebih keras terhadap FC Barcelona.”
Laporan menyebutkan bahwa UEFA dapat memberlakukan pembatasan kuota skuad Barcelona untuk Liga Champions, atau bahkan pengurangan poin yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam phase league kompetisi tersebut.
Di sisi lain, dua klub Premier League, yakni Chelsea dan Aston Villa, juga dilaporkan sedang diselidiki atas pelanggaran aturan finansial masing-masing.
Chelsea disebut telah memanfaatkan celah regulasi liga domestik dengan menjual tim wanita mereka ke perusahaan saudari. Namun, UEFA diperkirakan tidak akan mengakui strategi semacam itu dalam kerangka aturan mereka.
Belum jelas aturan mana yang dilanggar Aston Villa, tetapi diketahui bahwa UEFA memiliki batas biaya skuad yang mengatur proporsi maksimal pendapatan yang boleh digunakan untuk menggaji pemain.
Mulai musim 2025/26, batas ini akan ditetapkan sebesar 70 persen dari total pendapatan. Pada 2024, Villa mencatatkan rasio 91,4 persen, jauh melampaui ambang batas.
Kendati demikian, karena Chelsea dan Aston Villa tergolong pelanggar pertama kali, keduanya diperkirakan hanya akan dikenai denda tanpa sanksi tambahan.