
Nasional – Kebijakan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 yang ditetapkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dikeluhkan sejumlah warga Magetan, Jawa Timur.
Hal ini terjadi di Sekolah Dasar Negeri Ngiliran, Kecamatan Panekan. Sebanyak 13 calon siswa terpaksa tidak bisa masuk sekolah karena jumlah pendaftar mencapai 41 anak.
Sementara kuota yang tersedia hanya satu rombongan belajar (rombel) dengan batasan 28 siswa per kelas.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Kadisdikpora) Kabupaten Magetan, Suwata menjelaskan, aturan rombongan belajar yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan tidak dapat diubah.
“Meskipun aturan rombel itu kalau SD 28 anak, dan SMP 32 anak, tapi tahun-tahun sebelumnya aplikasi Dapodik masih bisa dibuka, diberi kelonggaran oleh pusat. Tapi sejak SPMB ini kami dari awal sudah diminta data rombel tiap satuan pendidikan, lalu langsung dikunci aplikasinya,” ujarnya saat ditemui di Pendopo Surya Graha, Jumat (20/6/2025).
Suwata menambahkan, di SDN Ngiliran, banyak calon siswa yang terpaksa mencari sekolah lain.
“Ya terpaksa harus bersekolah di tempat lain, kalau mengacu narasinya pemerintah pusat ya diarahkan ke sekolah swasta. Tapi kan itu hak masing-masing orang tua,” jelasnya.
Menurut Suwata, meskipun penerapan SPMB oleh pemerintah bertujuan untuk pemerataan pendidikan, namun banyak orang tua di wilayah lain mengeluhkan masalah serupa.
Dia mengaku bahwa pihaknya sedang melakukan inventarisasi permasalahan tersebut untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
“Untuk kasus seperti di SDN Ngliliran itu saya kira juga terjadi di beberapa daerah. Saat ini yang bisa kami lakukan hanya menginventarisir persoalan ini saja. Selain itu kami coba berkoordinasi dengan Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Jawa Timur agar ditindaklanjuti ke pemerintah pusat,” pungkasnya.