Nasional – Siswa inklusi di Surabaya di-bully atau dirundung dan viral di media sosial setelah dibagikan akun Tiktok @andysugarr. Korban yang merupakan siswa kelas 3 SMP berinisial CW bercerita mengenai kekerasan fisik dan pelecehan yang diterima dari enam temannya selama bertahun-tahun.
“Saya sampai ada pikiran buat bunuh diri ko,” ujarnya dalam video yang berdurasi kurang lebih lima menit tersebut.
Dalam video tersebut, ia bercerita jika dirinya sering dipukul dan diremas kemaluannya oleh terduga tersangka berinisial M. Peristiwa itu diingatnya terjadi ketika berenang di sebuah kolam renang di Pasar Atom Surabaya.
“Mereka menyeret dan menelanjangi saya di depan umum,” ucapnya terbata-bata.
Selain itu dalam videonya, CW mengaku sudah melaporkan hal tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
Kanit PPA Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak IPDA Rayhan Brimtedo Putra Dimas yang dikonfirmasi mengatakan, saat ini pihaknya sudah melakukan penyelidikan. Bahkan, Polres Pelabuhan Tanjung Perak sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi terlapor maupun pihak sekolah.
“Saat ini dalam penyelidikan naik ke penyidikan. Dalam artian sudah ditangani Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Untuk saat ini kami juga sudah memeriksa terlapor, pihak sekolah, dan juga korban,” terang IPDA Rayhan Brimtedo Putra Dimas, Sabtu (14/12/2024) terkait kasus siswa inklusi di-bully di Surabaya.
Menanggapi kasus perundungan yang dialami seorang siswa SMP di Surabaya yang viral di media sosial, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengaku telah menemuinya. Dia menyebut korban, berisinial CW, adalah anak dengan potensi luar biasa yang memerlukan pendekatan khusus dalam pendidikan.
“Saya baru saja bertemu (CW). Dia adalah anak yang luar biasa, pemuda tangguh dengan kemampuan analisa yang hebat. Dia bahkan berdiskusi dengan saya tentang berbagai hal, termasuk kebijakan seperti Kartu Indonesia Pintar,” ujarnya kepada awak media.
Eri mengungkapkan peristiwa yang terjadi antara CW dan teman-temannya mungkin disalahartikan. Menurutnya, apa yang disebut bullying bisa saja dipicu oleh salah paham atau candaan yang berlebihan di antara anak-anak.
“Anak-anak ini mungkin bermain dan saling membalas. Dalam beberapa situasi, bisa saja terjadi gesekan yang disalahartikan sebagai bullying. Contohnya saat di kolam renang, ada yang bercanda, tetapi akhirnya dianggap serius,” jelasnya.
Namun, Eri tetap menekankan pentingnya pendekatan khusus bagi anak-anak seperti CW ini yang memiliki sensitivitas dan potensi luar biasa. Dia menyarankan agar anak-anak dengan kelebihan seperti korban CW mendapatkan perhatian lebih dalam dunia pendidikan.
Eri mengusulkan adanya kelas khusus untuk mereka agar kebutuhan psikologis dan akademis mereka dapat terpenuhi tanpa mengganggu anak lainnya. Menurut dia, ketika anak memiliki kelebihan, cara penanganannya pun berbeda.
“Mungkin diperlukan kelas khusus, bukan untuk meminggirkan mereka, tetapi agar mereka mendapatkan pembelajaran yang sesuai,” tegasnya terkait siswa inklusi di-bully di Surabaya.