
Nasional – Sungai Cikapundung yang mengalir melalui Taman Hutan Raya (Tahura) Ir H Djuanda, serta Curug Dago, kini mengalami pencemaran berat yang mengancam keindahan alamnya. Dulu, aliran sungai ini dikenal bersih dan memikat, bahkan menarik perhatian Raja Siam (sekarang Thailand) untuk berkunjung.
Kunjungan tersebut tercatat dalam prasasti yang ditulis oleh Raja Rama V pada tahun 1896 dan 1901, serta Raja Rama VII pada tahun 1929.
Saat ini, kondisi Sungai Cikapundung dan Curug Dago sangat memprihatinkan. Pencemaran disebabkan oleh sampah serta limbah kotoran sapi perah dari warga di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, yang menjadi mata pencarian mereka.
Lutfi Erizka, Kepala UPTD Tahura Ir H Djuanda, menjelaskan bahwa pencemaran dari kotoran hewan ini berasal dari hulu sungai.
“Sungai (Cikapundung) memang saat ini pencemarannya cukup tinggi dari kohe, kotoran hewan. Memang ini sumbernya dari hulu, mulai dari utara di Bandung Barat,” ungkap Lutfi saat ditemui di Curug Dago, Rabu (23/7/2025).
Akibat pencemaran tersebut, air Sungai Cikapundung yang mengalir di Tahura Ir H Djuanda berwarna hijau pekat.
Pada musim kemarau, air di kolam tandon dalam kawasan tersebut mengering, meninggalkan sedimentasi kotoran sapi yang menyebarkan bau tidak sedap ke seluruh kawasan.
“Setidaknya suka menimbulkan bau yang tidak sedap, apalagi kalau di atas itu di kolam tandon Dago Pakar ketika airnya surut, itu baunya sangat mengganggu sekali,” jelas Lutfi.
Menurut data yang diperoleh Lutfi, terdapat sekitar 20.000 ekor sapi perah yang dipelihara oleh warga di sepanjang kawasan hulu Sungai Cikapundung, dengan produksi limbah kotoran sapi mencapai 234 ton per hari.
“Makanya ini kenapa air sungainya agak-agak hijau pekat,” ujarnya.
Lutfi berharap pemerintah setempat dapat segera menuntaskan permasalahan pencemaran ini.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Kota Bandung, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengembalikan kebersihan air Sungai Cikapundung.
“Kolaborasi ini memang harus antar pemerintah daerah, karena kami (Pemerintah Provinsi Jawa Barat) juga tidak bisa menyelesaikan secara parsial,” imbuhnya.
Sebagai salah satu solusi, Lutfi mengusulkan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengurangi pencemaran.
“Solusi yang paling bagus itu adalah harus membuat IPAL, anggarannya pasti cukup besar tapi mudah-mudahan dalam waktu dekat disupport oleh pemerintah setempat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” tutupnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan keindahan aliran Sungai Cikapundung dapat kembali terjaga dan berkontribusi positif terhadap pariwisata serta penyediaan air baku bagi warga Kota Bandung.